Jakarta | Radarjamberita.com, -Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK bertebaran di berbagai wilayah pada saat pemerintah mengklaim kondisi ekonomi Indonesia dalam kondisi yang baik, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi selalu di atas 5%, hingga kuartal I-2024 di level 5,11%.
Permasalahan ini pun mendapat sorotan khusus dari Anggota DPD saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (11/6/2024). Salah satunya disampaikan oleh Anggota DPD dari daerah pemilihan Jawa Tengah, yakni Casytha Arriwi Kathmandu.
Casytha saat itu mengatakan, di Jawa Tengah telah terjadi PHK besar-besaran akibat perusahaannya tutup, khususnya di industri tekstil akibat kebijakan relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang telah diterbitkan sejak 17 Mei 2024.
"Saya ingin beri informasi juga bahwa ada beberapa tekstil tutup di Jawa Tengah di Karanganyar estimasi 1.500 orang sudah kena PHK, di Semarang 8.000 orang di-PHK, terakhir di Pekalongan satu pabrik tekstil sudah 700 di-PHK," ucap Casytha.
Ini saya mau tanya sebetulnya arahnya antara peraturan keluar dengan visi Indonesia Emas korelasinya di mana karena pasti tingkat pengangguran di Jawa Tengah naik," tegasnya.
Merespons hal itu, Sri Mulyani mengatakan, sinkronasi kebijakan antara kebutuhan untuk menghadapi tekanan eksternal dengan fokus untuk pembangunan ekonomi memang menjadi salah satu permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah, sebagaimana di negara-negara berkembang lain seperti Brazil dan Meksiko.
Sebab, negara-negara dengan populasi dan wilayah yang besar seperti negara-negara itu kerap pembuatan kebijakannya lebih rumit ketimbang negara-negara berwilayah dan populasi kecil, seperti Taiwan dan Korea Selatan, hingga akhirnya mampu menjadi negara maju atau keluar dari middle income trap.
"Nah Indonesia tantangannya mungkin juga harus mesti lihat kenapa negara-negara yang berhenti di middle income, biasanya ya tadi quality dari policy regulasinya banyak negara besar di Latin Amerika, seperti Meksiko, Brasil itu comparable dari size populasinya gede, negaranya juga besar atau seperti South Africa juga," ucap Sri Mulyani.
"Di sini letaknya dari satu saja Bu Casytha tadi menyampaikan masalah tekstil," ungkapnya.
Sri Mulyani pun mengakui, persoalan koordinasi kebijakan itu akhirnya menjadi penting untuk menjaga stabilitas ekonomi hingga mampu menjadi negara maju dengan realita di lapangan juga terjadi kesejahteraan itu. Makanya, ia memastikan koordinasi kebijakan akan terus dilakukan supaya di satu sisi ekonomi tumbuh baik namun kesejahteraan bagi masyarakat betul-betul terjadi hingga PHK dan perusahaan tutup tak kembali terjadi.
"Kami juga menyadari makanya koordinasi kami dengan perdagangan, dengan industri dan kita sendiri karena teman2 bea cukai kan yang harus eksekusi yang tadi disampaikan bu Casytha. Kalau kita mau relaksasi terutama untuk impor yang merupakan bahan baku untuk bisa diekspor sehingga bisa seimbang," tutur Sri Mulyani.
"Saya ingin beri informasi juga bahwa ada beberapa tekstil tutup di Jawa Tengah di Karanganyar estimasi 1.500 orang sudah kena PHK, di Semarang 8.000 orang di-PHK, terakhir di Pekalongan satu pabrik tekstil sudah 700 di-PHK," ucap Casytha.
"Ini saya mau tanya sebetulnya arahnya antara peraturan keluar dengan visi Indonesia Emas korelasinya di mana karena pasti tingkat pengangguran di Jawa Tengah naik," tegasnya.
Merespons hal itu, Sri Mulyani mengatakan, sinkronasi kebijakan antara kebutuhan untuk menghadapi tekanan eksternal dengan fokus untuk pembangunan ekonomi memang menjadi salah satu permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah, sebagaimana di negara-negara berkembang lain seperti Brazil dan Meksiko.
Sebab, negara-negara dengan populasi dan wilayah yang besar seperti negara-negara itu kerap pembuatan kebijakannya lebih rumit ketimbang negara-negara berwilayah dan populasi kecil, seperti Taiwan dan Korea Selatan, hingga akhirnya mampu menjadi negara maju atau keluar dari middle income trap.
"Nah Indonesia tantangannya mungkin juga harus mesti lihat kenapa negara-negara yang berhenti di middle income, biasanya ya tadi quality dari policy regulasinya banyak negara besar di Latin Amerika, seperti Meksiko, Brasil itu comparable dari size populasinya gede, negaranya juga besar atau seperti South Africa juga," ucap Sri Mulyani.
"Di sini letaknya dari satu saja Bu Casytha tadi menyampaikan masalah tekstil," ungkapnya.
Sri Mulyani pun mengakui, persoalan koordinasi kebijakan itu akhirnya menjadi penting untuk menjaga stabilitas ekonomi hingga mampu menjadi negara maju dengan realita di lapangan juga terjadi kesejahteraan itu. Makanya, ia mema
Ia pun memastikan, selain perbaikan koordinasi kebijakan untuk menjaga iklim ekonomi yang baik di tengah-tengah masyarakat, APBN juga akan terus digunakan sebagai alat untuk mensejahterakannya, selain untuk mendorong penciptaan lapangan kerja juga untuk menjaga daya beli mereka.
"Kami jelas dari APBN tugas kita adalah pertama mendukung kenaikan produktivitas karena seperti disampaikan kenaikan kesejahteraan masyarakat dari sisi upah dan lain-lain juga harus ditunjang dengan produktivitas yang naik sehingga kenaikan itu sustainable, tidak kenaikan yang timbulkan inflasi yang gerus daya beli mereka juga, dan kebijakan fiskal juga kita terus dukung bangun competitiveness termasuk buat kawasan ekonomi khusus, fiskal insentif, dan lain-lain, sehingga kita juga setuju," ucap Sri Mulyani.
( arm/mij )